Definisi
Depresi adalah suatu kelainan alam perasaan berupa hilangnya minat
atau kesenangan dalam aktivitas-aktivitas yang biasa dan pada waktu yang lampau
(Townsend,1998:179). Rentang respon emosi individu dapat berfluktuasi dalam
rentang respon emosi dari adaptif sampai maladaptif. Respon depresi merupakan
emosi yang mal adaptif (Keliat,1996:2).
Jenis-Jenis
Depresi
Penggolongan depresi dapat dibedakan (Wilkinson,1995:18 - 26):
1.
Menurut gejalanya
-
Depresi neurotik
Depresi neurotik biasanya terjadi setelah mengalami peristiwa yang
menyedihkan tetapi yang jauh lebih berat daripada biasanya. Penderitanya
seringkali dipenuhi trauma emosional yang mendahului penyakit misalnya
kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan, milik berharga, atau seorang
kekasih. Orang yang menderita depresi neurotik bisa merasa gelisah, cemas dan
sekaligus merasa depresi. Mereka menderita hipokondria atau ketakutan yang
abnormal seperti agrofobia tetapi mereka tidak menderita delusi atau
halusinasi.
-
Depresi psikotik
Secara tegas istilah 'psikotik' harus dipakai untuk penyakit depresi
yang berkaitan dengan delusi dan halusinasi atau keduanya.
-
Psikosis depresi manik
Depresi manik biasanya merupakan penyakit yang kambuh kembali
disertai gangguan suasana hati yang berat. Orang yang mengalami gangguan ini
menunjukkan gabungan depresi dan rasa cemas tetapi kadang-kadang hal ini dapat
diganti dengan perasaan gembira, gairah, dan aktivitas secara berlebihan
gambaran ini disebut 'mania'.
-
Pemisahan diantara keduanya
Para dokter membedakan antara depresi neurotik dan psikotik tidak
hanya berdasarkan gejala lain yang ada dan seberapa terganggunya perilaku orang
tersebut.
2.
Menurut Penyebabnya
-
Depresi reaktif
Pada depresi reaktif, gejalanya diperkirakan akibat stres luar
seperti kehilangan seseorang atau kehilangan pekerjaan.
-
Depresi endogenus
Pada depresi endogenous, gejalanya terjadi tanpa dipengaruhi oleh
faktor lain.
-
Depresi primer dan sekunder
Tujuan penggolongan ini adalah untuk memisahkan depresi yang
disebabkan penyakit fisik atau psiatrik atau kecanduan obat atau alkohol
(depresi 'sekunder') dengan depresi yang tidak mempunyai penyebab-penyebab ini
(depresi 'primer'). Penggolongan ini lebih banyak digunakan untuk penelitian
tujuan perawatan.
3.
Menurut arah penyakit
-
Depresi tersembunyi
Diagnosa depresi tersembunyi (atau atipikal) kadang-kadang dibuat
bilamana depresi dianggap mendasari
gangguan fisik dan mental yang tidak dapat diterangkan, misalnya rasa sakit
yang lama tanpa sebab yang nyata atau hipokondria atau sebaliknya perilaku yang
tidak dapat diterangkan seperti wanita lanjut usia yang suka mengutil.
-
Berduka
Proses kesedihan itu wajar dan merupakan reaksi yang diperlukan
terhadap suatu kehilangan. Proses ini membuat orang yang kehilangan itu mampu
menerima kenyataan tersebut, mengalami rasa sakit akibat kesedihan yang
menimpa, menderita putusnya hubungan dengan orang yang dicintai dan penyesuaian
kembali.
-
Depresi pascalahir
Banyak wanita kadang-kadang mengalami periode gangguan emosional
dalam 10 hari pertama setelah melahirkan bayi ketika emosi mereka masih labil
dan mereka merasa sedih dan suka menangis. Seringkali hal itu berlangsung
selama satu atau dua hari kemudian berlalu.
-
Depresi dan manula
Usia tua merupakan saat meningkatnya kerentanan terhadap depresi.
Namun, kadang-kadang depresi pada manula ditutupi oleh penyakit fisik dan cacat
tubuh seperti penglihatan atau pendengaran yang terganggu. Oleh karena itu,
sangatlah penting untuk mengingat kemungkinan terjadinya penyakit depresi pada
orang tua.
2.3.3 Faktor Predisposisi
Terdapat 2 teori untuk menjelaskan faktor pendukung terjadinya
depresii (Townsend,1998:181 - 183):
1.
Teori Biologis
a.
Genetik. Dari sejumlah penyelidikan yang telah dilakukan ditemukan bahwa
terdapat dukungan keterlibatan herediter dalam penyakit depresi. Luasnya akibat
pada pokoknya tampak menjadi lebih tinggi diantara individu-individu yang
memiliki hubungan keluarga dengan kelainan tersebut daripada diantara populasi
umum (DSM-III-R, 1987).
b. Biokimia. Ketidakseimbangan
elektrolit tampak memainkan peranan dalam penyakit depresif. Suatu kesalahan
hasil metabolisme dalam perubahan natrium dan kalium di dalam neuron (Gibbons,
1960).
Teori biokimia yang lainnya menyangkut biogenik amin norepinefrin,
dopamin, dan serotinin. Tingkatan zat-zat kimia ini mengalami defisiensi dalam
individu dengan penyakit depresif (Janowsky et al, 1988).
2.
Teori Psikososial
a.
Psikoanalisa. Teori ini (Klein, 1934) melibatkan suatu ketidakpuasan dalam
hubungan awal ibu-bayi sebagai suatu predisposisi untuk penyakit depresif.
Kebutuhan bayi tidak terpenuhi, suatu kondisi yang digambarkan sebagai suatu
kehilangan. Respons berduka belum terpecahkan, dan kemarahan dan permusuhan
ditunjukkan kepada diri sendiri. Ego tetap lemah, sementara superego meluas dan
menjadi menghukum.
b.
Kognitif. Ahli teori-teori ini (Beck et al, 1979) yakin bahwa penyakit
depresif terjadi sebagai suatu hasil dari kelainan kognitif. Kelainan proses
pikir membantu perkembangan evaluasi diri individu. Persepsi merupakan
ketidakadekuatan dan ketidakberhargaan. Pandangan untuk masa depan merupakan
suatu kepesimisan keputusasaan.
c.
Teori Pembelajaran. Teori ini (seligman, 1973) mengemukakan bahwa penyakit depresif
dipengaruhi oleh keyakinan individu bahwa ada kurang kontrol atau
situasi-situasi kehidupannya. Ini dianggap bahwa keyakinan ini muncul dari
pengalaman-pengalaman yang mengakibatkan kegagalan (baik yang dirasakan atau
yang nyata). Setelah sejumlah kegagalan, individu merasa tidak berdaya untuk
berhasil dalam usaha-usaha yang keras, dan oleh karena itu berhenti mencoba. Pembelajaran
ketidakberdayaan ini digambarkan sebagai suatu predisposisi untuk penyakit
depresif.
d.
Teori Kehilangan Objek. Teori ini (Bowly, 1973) menyatakan bahwa penyakit depresif terjadi
jika pribadi tersebut terpisah dari atau ditolak orang terdekat selama 6 bulan
pertama kehidupan. Proses ikatan diputuskan, dan anak menarik diri dari orang
lain dan lingkungan.
2.3.4
Faktor Pencetus
Ada empat sumber utama stresor yang dapat mencetuskan gangguan alam
perasaan (Sundeen,Stuart,1998:260):
1.
Kehilangan keterikatan, yang nyata atau
yang dibayangkan, termasuk kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik,
kedudukan, atau harga diri. Karena elemen aktual dan simbolik melibatkan konsep
kehilangan, maka persepsi pasien merupakan hal yang sangat penting.
2.
Peristiwa besar dalam kehidupan sering
dilaporkan sebagai pendahulu episode depresi dan mempunyai dampak terhadap
masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan kemampuan menyelesaikan masalah.
3.
Peran dan ketegangan peran telah
dilaporkan mempengaruhi perkembangan depresi, terutama pada wanita.
4.
Perubahan fisiologik diakibatkan oleh
obat-obatan atau berbagai penyakit fisik, seperti infeksi, neoplasma, dan
gangguan keseimbangan metabolik, dapat mencetuskan gangguan alam perasaan.
2.3.5
Pengelolaan Depresi Pada Usia Lanjut (FKUI,2000:60
- 76)
1.
Hal-hal yang perlu diperhatikan
pada usia lanjut :
a. Obat-obatan
Beberapa jenis obat seperti digoksin, L-dopa, steroid, penyekat beta
dan anti hipertensi lainnya, pemberian benzodiazepin jangka panjang,
fenobarbiton, dan pemakaian neuroleptik jangka lama dapat mengakibatkan
depresi.
b. Neurobiologik
Perubahan neuroendokrinologik seperti hormon, neurotransmiter
(serotonin, dopamin, dll) menyebabkan usia lanjut rentan terhadap depresi.
Depresi pada usia lanjut dapat diakibatkan oleh proses neurodegeneratif, misalnya
depresi sebagai gejala dari demensia.
c. Psikososial
-
Kepribadian pasien sebelum
sakit turut berperan dalam manifestasi gejala depresi, misalnya orang yang
pencemas semasa mudanya ketika mengalami depresi di usia lanjut memperlihatkan
gambaran depresi neurotik yang menyolok.
-
Dukungan sosial yang buruk,
kapasitas membina keakraban yang lemah juga berperan dalam terjadinya depresi.
-
Berbagai peristiwa kehidupan
seperti kematian pasangan, problem keuangan yang berat, pindah rumah,
peringatan peristiwa sedih, anak yang cacat menanjak dewasa, dan sebagainya
lebih sering terjadi pada pasien-pasien usia lanjut dengan depresi dibandingkan
dengan usia lanjut yang sehat.
2.
Gambaran Klinis Depresi Pada
Usia Lanjut
Seorang usia lanjut yang mengalami depresi kebanyakan menyangkal
adanya mood depresi. Yang terlihat
adalah gejala hilangnya tenaga (loyo), hilangnya rasa senang, tidak bisa tidur
atau keluhan rasa sakit dan nyeri. Menurut Brodaty (1991) gejala yang sering
tampil adalah ansietas (kecemasan), preokupasi gejala fisik, perlambatan
motorik, kelelahan, mencela diri sendiri, pikiran bunuh diri dan insomnia.
Gambaran klinik depresi pada pasien berusia lanjut (dibandingkan
dengan pasien yang lebih muda), adalah mereka lebih banyak menonjolkan gejala
somatiknya disamping mengeluh tentang gangguan memori, dan umumnya cenderung
meminimalkan atau menyangkal mood
depresinya. Hal lain yang tidak menguntungkan adalah pasien usia lanjut umumnya
kurang mau mencari bantuan psikiater karena tak dapat menerima penjelasan yang
bersifat psikologis untuk gangguan depresi yang mereka alami.
3.
Diagnosis Depresi
Gangguan depresi dibedakan dalam depresi ringan, sedang dan berat
sesuai dengan banyak dan beratnya gejala serta dampaknya terhadap fungsi
kehidupan seseorang. Menurut ICD 10, pada gangguan depresi ada 3 gejala utama
yaitu :
·
Mood terdepresi (suasana
perasaan hati murung / sedih),
·
Hilang minat atau gairah,
·
Hilang tenaga dan mudah lelah,
yang disertai dengan gejala lain seperti :
Ø
Konsentrasi menurun,
Ø
Harga diri menurun,
Ø
Perasaan bersalah,
Ø
Pesimis memandang masa depan,
Ø
Ide bunuh diri atau menyakiti
diri sendiri,
Ø
Pola tidur berubah,
Ø
Nafsu makan menurun.
Tabel 2.1Pedoman Berat Ringannya Depresi
Depresi
|
Gejala
Utama
|
Gejala
lain
|
Fungsi
|
Keterangan
|
Ringan
|
2
|
2
|
Baik
|
Distress +
|
Sedang
|
2
|
3 atau 4
|
Terganggu
|
Berlangsung minimal 2 minggu
|
Berat
|
3
|
4
|
Terganggu berat
|
Intensitas gejala sangat
berat
|
Sumber:Bagian Ilmu Penyakit
Dalam FKUI,2000
4.
Pemeriksaan pasien Depresi
Salah satu langkah awal yang penting dalam penatalaksanaan depresi
adalah mendeteksi atau mengidentifikasi. Sampai saat ini belum ada suatu
konsensus atau prosedur khusus untuk penapisan / skrining depresi pada populasi
usia lanjut. Salah satu instrumen yang dapat membantu adalah Geriatric Depression Scale (GDS) yang
terdiri atas 30 pertanyaan yang harus dijawab oleh pasien sendiri. GDS ini
dapat dimampatkan menjadi hanya 15 pertanyaan saja.
Bilamana ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada depresi, harus
dilakukan lagi pemeriksaan yang lebih rinci sebagai berikut :
1. Riwayat klinik / anamnesis
a.
riwayat keluarga
b.
gangguan psikiatri yang lampau
c.
kepribadian
d.
riwayat sosial
e.
ide / percobaan bunuh diri
f.
gangguan-gangguan somatik
g.
perkembangan gejala-gejala
depresi
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien depresi sangat penting karena
gejala-gejala depresi sering disertai dengan penyakit fisik.
3. Pemeriksaan kognitif
Penilaian Mini Mental State Examination (MMSE) pada usia lanjut yang
menunjukkan gejala depresi bermanfaat dalam tindak lanjut penatalaksanaan
pasien. Perbaikan pada MMSE setelah dilakukan terapi terhadap depresi,
menunjukkan bahwa pasien dengan depresi mengalami masalah konsentrasi dan
memori yang mempengaruhi fungsi kognitifnya.
4. Pemeriksaan status mental
-
Penampilan dan perilaku
-
Mood / suasana perasaan hati
-
Pembicaraan
-
Isi pikiran
-
Gejala ansietas
-
Gejala hipokondriakal
5. Pemeriksaan lainnya
Mengingat pasien usia lanjut rentan terhadap gangguan metabolik
sekunder akibat penyakit depresi yang berat, seperti tidak adekuatnya asupan
cairan, maka perlu dipertimbangkan pemeriksaan sebagai berikut :
-
ureum dan elektrolit
-
darah lengkap dan hitung jenis
-
Vitamin B12 dan Folat
-
Tes fungsi Tiroid
-
Foto dada
-
Lain-lain : serum
sifilis,Electro Cardio Graphy ( ECG),Electro Encephalo Graphy ( EEG), CT-scan dst.
5.
Prognosis
Prognosis depresi pada usia lanjut tidaklah berbeda dengan prognosis
pada usia yang lebih muda. Umumnya pasien akan sembuh dan tetap dapat berfungsi
dengan baik jika depresi diobati dan ditatalaksana dengan baik. Hasil terapi
yang kurang baik tampaknya berhubungan dengan episode awal yang parah dan
adanya komorbiditas dengan penyakit kronik.
6.
Penatalaksanaan Depresi Pada
usia Lanjut
1. Terapi fisik
a.
Obat
Secara umum, semua obat antidepresan sama efektivitasnya. Pemilihan
jenis antidepresan ditentukan oleh pengalaman klinikus dan pengenalan terhadap
berbagai jenis antidepresan. Biasanya pengobatan dimulai dengan dosis separuh
dosis dewasa, lalu dinaikkan perlahan-lahan sampai ada perbaikan gejala.
b. Terapi Elektrokonvulsif (ECT)
Untuk pasien depresi yang tidak bisa makan dan minum, berniat bunuh
diri atau retardasi hebat maka ECT merupakan pilihan terapi yang efektif dan
aman. ECT diberikan 1- 2 kali seminggu pada pasien rawat nginap, unilateral
untuk mengurangi confusion/memory
problem. Terapi ECT diberikan sampai ada perbaikan mood (sekitar 5 - 10 kali), dilanjutkan dengan anti depresan untuk
mencegah kekambuhan.
2. Terapi Psikologik
a.
Psikoterapi
Psikoterapi individual maupun kelompok paling efektif jika dilakukan
bersama-sama dengan pemberian antidepresan. Baik pendekatan psikodinamik maupun
kognitif behaviour sama
keberhasilannya. Meskipun mekanisme psikoterapi tidak sepenuhnya dimengerti,
namun kecocokan antara pasien dan terapis dalam proses terapeutik akan
meredakan gejala dan membuat pasien lebih nyaman, lebih mampu mengatasi
persoalannya serta lebih percaya diri.
b.
Terapi kognitif
Terapi kognitif - perilaku bertujuan mengubah pola pikir pasien yang
selalu negatif (persepsi diri, masa depan, dunia, diri tak berguna, tak mampu
dan sebagainya) ke arah pola pikir yang netral atau positif. Ternyata pasien
usia lanjut dengan depresi dapat menerima metode ini meskipun penjelasan harus
diberikan secara singkat dan terfokus. Melalui latihan-latihan, tugas-tugas dan
aktivitas tertentu terapi kognitif bertujuan mengubah perilaku dan pola pikir.
c.
Terapi keluarga
Problem keluarga dapat berperan dalam perkembangan penyakit depresi,
sehingga dukungan terhadap keluarga pasien sangat penting. Proses penuaan
mengubah dinamika keluarga, ada perubahan posisi dari dominan menjadi dependen
pada orang usia lanjut. Tujuan terapi terhadap keluarga pasien yang depresi
adalah untuk meredakan perasaan frustasi dan putus asa, mengubah dan
memperbaiki sikap / struktur dalam keluarga yang menghambat proses penyembuhan
pasien.
d.
Penanganan Ansietas (Relaksasi)
Teknik yang umum dipergunakan adalah program relaksasi progresif
baik secara langsung dengan instruktur (psikolog atau terapis okupasional) atau
melalui tape recorder. Teknik ini
dapat dilakukan dalam praktek umum sehari-hari. Untuk menguasai teknik ini
diperlukan kursus singkat terapi relaksasi.
7.
Dukungan Keluarga dalam
Kaitannya dengan Depresi Pada Lansia
Keluarga memainkan suatu peranan yang signifikan dalam kehidupan
pada hampir semua orang lanjut usia (lansia). Ketika keluarga tidak menjadi
bagian kehidupan seseorang yang telah lansia, umumnya menyebabkan orang
tersebut tidak mempunyai tempat tinggal, atau ada masalah-masalah yang telah
berlangsung lama dan keterasingan. Sebaliknya, kepercayaan yang umum, ketika
orang lansia akan membutuhkan bantuan keluarga menyediakan sekurang-kurangnya
80% dukungan / bantuan. Dibandingkan dengan "kenyamanan di hari tua",
keluarga saat ini menyediakan kepedulian yang lebih luas selama periode waktu
yang lama (Schmall, Pratt, 1993).
Walaupun anak yang telah dewasa adalah suatu sumber utama yang
memberi bantuan terhadap orangtua yang lansia, beberapa trend demografi dan
sosial mempunyai akibat / impak yang signifikan pada kemampuan anggota keluarga
dalam menyediakan dukungan. Hal ini tidak berarti bahwa keluarga bertanggung
jawab atas timbulnya depresi pada seseorang namun sudah jelas bahwa banyak
masalah depresi berkisar di seputar kesulitan dalam cara anggota keluarga
saling berkomunikasi dan saling berhubungan.
Moga bermanfaat y.............
BalasHapus